CONTACT US
Scroll down

Updates
Molecool

7 Alasan Kenapa Banyak Karyawan Takut Ambil Cuti- Kamu Termasuk?

  • Cool Tips
  • July 10, 2025

Setiap karyawan pasti butuh waktu istirahat dan cuti seharusnya jadi momen menyenangkan untuk rehat sejenak dari rutinitas pekerjaan. Namun anehnya meski jatah cuti tersedia, tidak sedikit yang justru memilih untuk tetap bekerja lho. Bukan karena terlalu berdedikasi kepada perusahaan atau workaholic tetapi karena ada rasa cemas, bersalah atau bahkan takut saat hendak mengajukan cuti. Fenomena ini nyata dan semakin sering terjadi di berbagai lingkungan kerja di Indonesia. 

Mulai dari rasa takut dicap tidak loyal hingga khawatir pekerjaan jadi terbengkalai, alasan-alasannya seringkali masuk akal tapi juga mengorbankan kesehatan mental. 

Padahal, mengambil cuti adalah hak setiap pekerja yang dijamin undang-undang. Jadi, kenapa masih banyak karyawan yang ragu? Lebih mengejutkannya lagi, sebagian besar pekerja di Indonesia memilih menunda liburan mereka karena berbagai alasan, mulai dari tekanan atasan hingga rasa tidak enak pada rekan kerja. 

Takut dianggap malas atau tidak loyal 

Banyak karyawan khawatir atau mengambil cuti akan membuat mereka terlihat kurang komitmen atau tidak serius terhadap pekerjaan. Dalam beberapa budaya kerja, loyalitas sering diukur dari seberapa sering seseorang hadir di kantor, bukan dari kualitas kerja.


Takut ketinggalan informasi atau proyek penting 

Karyawan juga sering merasa FOMO (Fear of Missing Out) terhadap perkembangan penting saat mereka cuti. Mulai dari keputusan manajemen, diskusi proyek hingga peluang baru yang seringkali dianggap terlalu berisiko untuk dilewatkan.

Beban kerja menumpuk saat kembali  


Salah satu hal yang paling dikhawatirkan adalah pekerjaan yang menumpuk setelah cuti. Bukannya merasa segar atau rileks tapi sebaliknya justru stres karena harus mengejar backlog pekerjaan saat kembali bekerja.


Tekanan sosial dari atasan atau rekan kerja 


Meski tidak selalu diucapkan secara langsung, tekanan sosial sering terasa saat seseorang mengambil cuti. Tidak sedikit yang merasa bersalah karena meninggalkan beban kerja ke rekan kerja atau merasa 'dinilai' oleh atasan.


Bonus dan penilaian kinerja bisa terpengaruh 

Beberapa perusahaan memiliki sistem penilaian yang tidak sepenuhnya objektif dan karena ini, ada kekhawatiran bahwa mengambil cuti bisa dianggap sebagai kurang aktif sehingga memengaruhi penilaian akhir tahun dan peluang bonus. 

Merasa tidak ada yang bisa menggantikan sementar

Banyak karyawan merasa bahwa hanya mereka yang bisa menyelesaikan pekerjaan tertentu. Hal ini juga dikarenakan tidak adanya sistem backup yang jelas sehingga mereka enggan meninggalkan tanggung jawabnya, bahkan untuk sementara.

Rasa bersalah (Guilt Culture) 

Di beberapa tempat kerja, cuti masih dianggap sebagai sesuatu yang 'egois', apalagi jika sedang masa sibuk. Akibat ini, karyawan merasa bersalah saat mengambil haknya sendiri.

Mengambil cuti seharusnya tidak menjadi beban mental lho, sebaliknya itu adalah bentuk perawatan diri agar tetap sehat dan produktif. Saat perusahaan membangun budaya kerja yang sehat, karyawan bisa beristirahat tanpa rasa takut atau bersalah sehingga produktivitas tetap terjaga.

Mengambil cuti bukan tanda kurang loyal atau malas- justru langkah penting untuk menjaga kesehatan mental dan performa jangka panjang. Jika selama ini Cool People ragu karena proses yang terasa merepotkan, sekarang saatnya beralih ke cara yang lebih praktis. Dengan aplikasi HRIS Gawey, pengajuan dan pengelolaan cuti dilakukan secara digital, cukup melampirkan dokumen persetujuan HRD dalam bentuk soft copy. Lebih mudah, efisien dan tanpa hambatan administratif. Karena istirahat yang cukup bukan hanya hak, tapi juga kebutuhan.